Abu Ubaidah bin Al Jarrah ra. - Biografi
Beliau telah banyak meriwayatkan hadits dan selalu aktif dalam setiap peperangan umat Islam.
Diriwayatkan dari Yazid bin Ruman, ia berkata, “Ibnu
Madz’un, Ubaidah bin Al Harits, Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah bin
Abdul Asad, dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah, pernah berangkat dalam misi
menemui Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika bertemu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan mereka agar masuk
Islam sekaligus menjelaskan tentang syariat kepada mereka. Seketika
itu pula, secara bersamaan mereka masuk Islam. Peristiwa itu terjadi
sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke Darul Arqam.
Abu
Ubaidah juga pernah mendapat cobaan (musibah) yang berat pada waktu
perang Uhud. Pada saat itu, Abu Ubaidah menahan dua arah serangan musuh
yang ditujukan kepada Rasulullah, sehingga ia terkena pukulan yang
mengakibatkan dua giginya rompal. Namun hal itu justru membuat mulutnya
nampak semakin indah, sehingga muncul rumor bahwa tidak ada yang lebih
indah jika kehilangan gigi melebihi indahnya gigi Abu Ubaidah.
Zubair bin Bakkar berkata, “Keturunan Abu Ubaidah dan seluruh putra saudara perempuannya telah habis dan ia termasuk orang yang hijrah ke Habsyah.”
Abu Ubaidah termasuk sahabat yang banyak mengumpulkan Al Qur`an.
Mengomentari
tentang peperangan yang pernah dilaluinya, Musa bin Uqbah berkata,
“Perang Amr bin Ash adalah perang yang berantai melawan para pembesar
negeri Syam. Oleh karena itu, Amr merasa khawatir sehingga dia meminta
bantuan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amr meminta
agar Abu Bakar dan Umar memimpin pasukan kalangan Muhajirin. Tetapi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat Abu Ubaidah sebagai
pemimpin pasukan. Ketika mereka menghadap Amr bin Al Ash, dia (Amr bin
Al Ash) berkata kepada mereka, ‘Aku adalah pemimpin kalian’. Tetapi
kaum Muhajirin menjawab, ‘Engkau adalah pemimpin sahabat-sahabatmu
sendiri, sedangkan pemimpin kami adalah Abu Ubaidah’. Amr lalu berkata,
‘Kalian sebenarnya pasukan yang ditugaskan membantuku’.
Ketika
Abu Ubaidah melihat peristiwa tersebut, dan dia orang yang berperangai
mulia, berhati lembut, dan patuh terhadap perintah Rasulullah dan
janjinya, maka Abu Ubaidah menyerahkan kepemimpinan kepada Amr bin Al
Ash.”
Diriwayatkan dalam banyak riwayat, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya setiap umat memiliki orang yang dipercaya, dan orang yang dipercaya umat ini adalah Abu Ubaidah Al Jarrah.”
Diriwayatkan dari Amr bin Al Ash, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, ‘Siapakah orang yang lebih engkau cintai?’ Beliau menjawab, ‘Aisyah’. Ditanyakan lagi, “(Siapa yang engkau cintai) dari golongan laki-laki?’ Beliau menjawab, ‘Abu Bakar’. Lalu ditanyakan lagi, ‘Kemudian siapa?’ Beliau menjawab, ‘Abu Ubaidah bin Al Jarrah’.”
Abu Ubaidah memiliki akhlak yang mulia, santun, dan tawadhu.
Umar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada beberapa orang sahabat yang sedang duduk bersamanya, “Berharaplah kalian!” Para sahabat pun berharap. Umar berkata lagi, “Tetapi aku mengharapkan sebuah rumah yang dipenuhi oleh orang-orang seperti Abu Ubaidah bin Al Jarrah.”
Khalifah bin Khayyat berkata, “Abu Bakar mempercayakan pengelolaan Baitul Mal kepada Abu Ubaidah.”
Pengelolaan
harta umat Islam dalam sebuah lembaga keuangan, yang sebelumnya belum
pernah ada. Umar bin Khaththab adalah orang pertama yang melakukan
pengelolaan harta dalam sebuah lembaga keuangan yang disebut Baitul
Mal.
Ibnu Al Mubarak dalam kitab
Jihad-nya berkisah tentang Abu Ubaidah: Diriwayatkan dari Hisyam bin
Sa’ad, dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, ia berkata: Umar mendengar
kabar bahwa Abu Ubaidah terkepung di Syam dan hampir dikalahkan musuh.
Umar bin Khaththab pun mengirim surat kepadanya yang berisi, “Amma
ba’du. Sesungguhnya setiap kesukaran yang menimpa seorang mukmin yang
teguh maka sesudahnya akan ada jalan keluar. Satu kesukaran tidak bisa
mengalahkan dua kemudahan. Allah berfirman,
‘Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu beruntung’.” (Qs. Aali ‘Imraan [3]: 200)
Setelah membaca surat tersebut, Abu Ubaidah lalu membalasnya sebagaimana berikut, “Amma ba’du. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
‘Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu
yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-bangga akan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu’.” (Qs. Al Hadiid [57]: 20).
Umar bin Khaththab kemudian keluar dari rumahnya beserta surat tersebut dan membacanya di atas mimbar seraya berkata, “Wahai penduduk Madinah, sungguh Abu Ubaidah telah mendorong kalian, maka berjihadlah bersamaku!”
Tsabit Al Bunani berkata, “Abu Ubaidah berkata, ‘Aku
adalah orang Quraisy dan tiada seorang pun yang berkulit merah maupun
hitam di antara kalian yang mengungguliku dalam ketakwaan kecuali aku
ingin menjadi sepertinya’.”
Diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Abu Ubaidah pernah berkata, ‘Aku senang seandainya aku menjadi domba lantas disembelih oleh keluargaku dan mereka memakan dagingku dan merasakan kuahku’.”
Diriwayatkan
dari Thariq, ia mengatakan bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu pernah
mengirim surat kepada Abu Ubaidah menyinggung masalah wabah penyakit, “Sebenarnya aku sedang dalam masalah besar dan aku sangat membutuhkan bantuanmu, maka segeralah datang ke sini!” Ketika Abu Ubaidah membaca surat tersebut, ia berkata, “Aku
mengerti masalah besar yang sedang dihadapi Amirul Mukminin. Dia
sebenarnya ingin menyisakan orang yang seharusnya tidak tersisa. Abu Ubaidah kemudian membalas dan berkata, “Aku
sebenarnya telah mengetahui masalahmu, maka urungkan dulu keinginanmu
itu padaku sebab aku berada di tengah-tengah pasukan Islam (sedang
berperang) dan aku tidak membenci mereka.” Ketika Umar membaca tulisan tersebut, ia pun menangis. Setelah itu ada yang bertanya kepadanya, “Apakah Abu Ubaidah meninggal?” Ia menjawab, “Tidak, tetapi sepertinya ia akan meninggal.” Tak lama kemudian Abu Ubaidah wafat dan wabah itu pun hilang.
Tidak
hanya sekali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempekerjakan
Abu Ubaidah, antara lain ketika pasukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang berjumlah 300 orang sedang kelaparan, maka ketika seekor
ikan besar sejenis ikan paus terdampar di tepi pantai, Abu Ubaidah pun
berkata, “Bangkai.” Setelah itu ia berkata, “Bukan, kita adalah utusan Rasulullah dan sedang berada di jalan Allah. Oleh karena itu, makanlah!” Selanjutnya ia menyebutkan redaksi hadits secara lengkap seperti yang disebutkan dalam kitab Shahih Al Bukhari Muslim.
Ketika
Abu Bakar Ash-Shiddiq selesai memerangi orang-orang murtad dan
Musailamah Al Kadzdzab, ia menyiapkan para pemimpin pasukan untuk
menaklukkan Syam. Beliau kemudian mengutus Abu Ubaidah, Yazid bin Abu
Sufyan, Amr bin Al Ash, dan Syurahbil bin Hasnah. Setelah itu terjadilah
peperangan antara kedua pasukan di daerah dekat Ramalah (Palestina),
dan akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada orang-orang mukmin.
Kemudian berita kemenangan itu disampaikan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq,
saat ia sedang sakit parah.
Setelah
itu terjadilah perang Fihl dan perang Maraj Ash-Shuffar. Pada saat itu
Abu Bakar telah memberangkatkan pasukan yang dipimpin Khalid bin Al
Walid untuk menaklukkan Irak. Kemudian beliau mengutus seorang delegasi
untuk menemui Khalid bin Al Walid agar berkenan membantu pasukan yang
sedang bertugas di Syam.
Dia lalu
memotong jalan padang pasir, sedangkan Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika itu
menjabat sebagai panglima tertinggi dari semua pasukan. Ketika pasukan
Islam mengepung Damaskus, Abu Bakar wafat, maka dengan segera Umar
menurunkan perintah pencopotan Khalid dari posisi panglima pasukan dan
digantikan dengan Abu Ubaidah. Setelah informasi pengangkatan dirinya
sebagai pemimpin pasukan itu diterima, dia berusaha merahasiakannya
untuk beberapa saat, karena pemahaman agamanya yang mendalam serta
sifat lembut dan santunnya.
Ketika
Damaskus telah berhasil dikuasai, pada saat itulah dia baru
menunjukkan kekuasaannya, yakni membuat perjanjian damai dengan bangsa
Romawi hingga akhirnya mereka bisa membuka pintu Selatan dengan jalan
damai.
Jika Khalid bin Al Walid
menaklukkan Romawi dengan cara militer dari arah Timur, maka Abu
Ubaidah meneruskan penaklukkan tersebut melalui perjanjian damai.
Diriwayatkan
dari Al Mughirah,bahwa Abu Ubaidah membuat perjanjian dengan mereka
untuk menjamin keselamatan tempat ibadah dan rumah mereka.
Abu
Ubaidah adalah pemimpin pasukan Islam dalam perang Yarmuk, perang yang
menelan banyak korban dari pihak musuh dan berhasil memperoleh
kemenangan. Abu Ubaidah wafat tahun 18 H, dalam usia 58 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar